Misteri: Kebetulan dalam Kacamata Islam
Misteri: Kebetulan dalam Kacamata Islam
Oleh: NN
“Aku bertemu dengannya bulan lalu. Kami menikah tiga bulan
setelahnya karena merasa banyak kebetulan yang ada di antara kami. Siapa sangka
bahwa ternyata jodohku itu tinggal di belakang komplek rumahku. Kedua orang tuanya
pun merupakan anggota TNI-AL, begitu pun kedua orang tuaku. Aku ingin sekali
memiliki anak kembar, dan, ya, kebetulan pula yang membawanya kepadaku, karena
ia pun memiliki gen kembar dari ibunya―yang notabene dapat mewujudkan impianku.
Semuanya benar-benar kebetulan yang seolah-olah mempersatukan kami sehingga
kami memutuskan untuk membina rumah tangga.”
Terkadang,
fenomena-fenomena yang sekelebat hadir dalam hidup manusia dianggap sebagai
sebuah kebetulan. Terlebih jika fenomena tersebut bukan merupakan hal yang
diekspektasikan sebelumnya. Terlebih pula ketika fenomena tersebut sekelebat
hadir sekaligus menggandeng sebuah teman baru bernama ‘keberuntungan’ seperti
yang terdapat pada kutipan di atas. Tentu, hal-hal beroman demikian bukanlah
hal yang baru dan bersifat abu-abu. Pastilah ada manusia yang pernah
merasakannya―kebetulan, bahkan kebetulan ditambah keberuntungan dan sebagainya.
Layaknya sebuah misteri, fenomena yang tidak disangka-sangka ini justru kadang
menjelma menjadi ‘kamuflase’ bagi takdir Tuhan―Allah SWT―yang sepatutnya tidak
dapat dipungkiri bagi pemeluk agama Islam itu sendiri.
Bicara
tentang aqidah, bicara tentang keyakinan, rukun iman agama Islam memang
belum pernah berubah sejak dulu dan bahkan tidak akan berubah sampai
millennium-milenium setelahnya. Bicara tentang aqidah, bicara tentang
keyakinan, dalam rukun iman jelas disebutkan untuk meyakini takdir Allah SWT,
maka demikianlah pula yang harus diyakini seorang muslim. Takdir Allah SWT
ialah sesuatu yang sudah dikehendaki Allah dan tercatat dalam lauh mahfudz-Nya.
Mengingat bahwa Allah memiliki sifat alim yaitu Yang Maha Mengetahui, maka Ia
mengetahui segala hal yang terjadi dalam tiap-tiap jengkal kehidupan di dunia,
termasuk hal-hal kecil yang kadang diinterpretasikan sebagai sebuah ‘kebetulan’
tersebut. Tentulah hal yang dialami manusia itu telah diketahui-Nya,
dikehendaki-Nya dan diatur oleh-Nya.
Lalu bagaimana
jika seorang muslim mengatakan bahwa sesuatu tersebut ialah sebuah kebetulan?
“Seperti itu
tidaklah masalah. Karena memang dilihat dari sisi kita sebagai manusia,
pertemuan ketika itu memang kebetulan, tak direncanakan sebelumnya.” (Syarh
Shahih Al Bukhari, 1: 129). Demikianlah yang diungkapkan oleh Syaikh Muhammad
bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah.
Wallahu a’lam
bis shawab.
October 24th, 2016.
Komentar
Posting Komentar