Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya
Judul :
Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya
Penulis :
G. Dwipayana dan Ramadhan KH
Penerbit : Citra Kharisma Bunda
Cetakan : I, 1989
ISBN : 9798085019
((Sebagai pelaksana tugas membuat resensi buku autobiografi
ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada guru Sejarah Indonesia saya
atas clue untuk membuat resensi buku biografi Pak Soeharto sehubungan
dengan materi Orde Baru yang sedang saya pelajari di kelas XI SMA ini.))
Tak dapat dipungkiri, rasa rindu mungkin terkadang atau
bahkan sering mampir di dalam relung hati para generasi Orba. Presiden Republik
Indonesia yang ke-2 ini tak ayal memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, serta
kemajuan pembangunan ekonomi bagi bangsa kita tercinta, Indonesia.
Buku tentang Pak Soeharto, yang dilahirkan pada 8 Juni 1921
di Desa Kemusuk ini, didominasi oleh pandangan beliau terhadap berbagai sector
kehidupan sampai penjelasan-penjelasan terhadap program kerja beliau sebagai
presiden. Bahasanya pun khas Pak Soeharto. Banyak disisipkan jargon-jargon saat
Orba, yang dalam buku ini, seperti mendengar langsung dari ucapan Pak Soeharto
ketika membacanya.
Dalam buku ini, nilai-nilai lebih dari diri Pak Soeharto
banyak bergerumul. Sebagai contoh, pada halaman 315, tertuliskan perkataan Pak
Soeharto dalam menanggapi aksi kontra terhadap pembangunan Taman Mini Indonesia
Indah (TMII): “Saya tahu kelompok tertentu yang ingin menjadikan proyek yang
kami cita-citakan itu sebagai issue politik. Mereka mencari kesempatan
untuk bisa mengganggu kestabilan nasional. Saya pernah mengingatkan bahwa saya
tidak akan membiarkan cara-cara yang tidak demokratis seperti yang dilakukan
oleh beberapa orang dan akan menindak orang-orang yang bersangkutan itu jika
mereka terus melakukan tindakan mereka yang dapat mengganggu stabilitas
nasional. ‘Kalau mereka tidak mengeti akan kalimat―tidak akan saya biarkan,
terus terang saja, akan saya tindak’, kata saya, demi kepentingan negara dan
bangsa. “Supersemar” bisa saya pergunakan untuk mengatakan ‘keadaan darurat’.
Saya bertanggung jawab kepada rakyat dan Tuhan dalam mempergunakannya”.
Dalam perkataannya tersebut, tercermin ketegasan Pak Soeharto
sebagai seorang pemimpin dalam menyikapi aksi kontra terhadap pembangunan Taman
Mini Indonesia Indah (TMII). Hal ini menjadi nilai lebih terhadap diri Pak
Soeharto.
Sayangnya, buku ini hanya bercerita sampai garis waktu untuk
tahun 1989 saja. Sehingga, tidak mengungkap kehidupan beliau yang lengser
dari jabatannya sebagai seorang presiden terlama di Indonesia, terlebih tentang
tuduhan adanya praktik KKN yang dilakukan oleh beliau dan keluarganya.
Selain itu, gaya penulisan buku ini adalah “as told to”,
yang hanya merekam dan mentranskip peristiwa apa adanya saja sesuai dengan
bahan-bahan yang ada. Sehingga, gak sedikit menghilangkan esensi sejarah karena
tidak menerangkan sisi hitam dan sisi putih secara utuh. Terlebih, dari 102 bab
yang ada dalam buku ini, setiap bab-nya dikoreksi langsung oleh Pak Soeharto.
Sehingga, bisa jadi mengurangi nilai objektif yang ada. Lagi pula, Pak Soeharto
telah meminta dari awal kepada penulis untuk tidak mencantumkan pikiran-pikiran
politik (kata Ramadhan KH). Jadi, sekalipun ingin membahas soal “petrus”
(penembakan misterius) maupun soal Serangan Oemoem 1 Maret 1948 di Yogyakarta,
tetap saja tidak dapat melihat kebenerannya secara utuh dari segala sisi.[1]
Komentar
Posting Komentar